TIGA ALTERNATIF PENDEKATAN PEMBELAJARAN
DITINJAU DARI SUDUT PANDANG PSIKOLOGI
Pendekatan Perilaku (Behavioral Approach)
Behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh Jhon B. Watson pada tahun 1913 dan digerakkan oleh Burhus Frederic Skinner. Behaviorisme ingin menganalisis bahwa prilaku yang tampak yang dapat diukur, dilukiskan dan diramalkan. Belakangan, kaum behaviorisme lebih dikenal dengan teori belajar, karena menurut mereka, seluruh prilaku manusia, kecuali insting adalah hasil belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme hanya melihat atau ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan.
Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan berkurang/menghilang bila dikenai hukuman. Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Menurut teori ini manusia sangat dipengharuhi oleh kejadian-kejadian dalam lingkungan yang akan memberikan pengalaman kepadanya. Belajar disini merupakan perubahan tingkah laku yang terjadi berdasarkan paradigma S-R (Stimulus-Respons), yaitu suatu proses respon tertentu kepada stimulus yang datang dari luar. Proses S-R ini terdiri dari beberapa unsur, yakni; dorongan, rangsangan, respon, dan penguat. Stimulus yang dimaksud dinamakan pembiasaan perilaku respons (operant conditioning) jika diterjemahkan dalam pembelajaran yakni dibentuk melalui pengubahan materi bahasa sedemikian rupa sehingga pembelajaran mengembangkan perilaku seperti yang dikehendaki dalam tujuan pembelajaran.
Kaum Behaviorisme sangat mengagungkan proses belajar, terutama proses belajar asosiatif atau proses belajar Stimulus-Respon (S-R), sebagai penjelasan terpenting tentang tingkah laku manusia. Behaviorisme memberi tekanan pada kekuatan-kekuatan yang berasal dari lingkungan dalam diri manusia dapat dilihat dengan jelas. Behaviorisme memandang bahwa ketika dilahirkan, pada dasarnya manusia tidak membawa bakat apa-apa. Manusia berkembang berdasarkan stimulus yang diterimanya dari lingkungan sekitarnya.
Lingkungan yang buruk akan menghasilkan manusia yang buruk, lingkungan yang baik akan menghasilkan mansia yang baik. Pandangan seperti ini memberi penekanan yang sangat besar pada aspek stimulus lingkungan untuk mengembangkan manusia dan kurang menghargai faktor-faktor bakat atau potensi alami manusia. Pandangan ini beranggapan bahwa apa pun jadinya seseorang, satu-satunya yang menentukan adalah lingkungannya. Proses Pembelajaran yakni guru aktif, guru ceramah, dikte, murid pasif, murid menulis, membaca, menghafal, materi diajarkan secara utuh dan murid yang memberikan respon yang tidak seperti yang diharapkan guru, disalahkan atau diberi hukuman. Pendekatan behavioral ini lebih unggul dalam pengembangan ketrampilan motorik dan pembentukan kemampuan dasar, melalui proses pembiasaan dan mekanisme pemberian balikan (respon) segera.
Pendekatan Kognitif (Cognitive Approach)
Pada awal 1960-an, banyak psikolog kognitif mulai memberontak terhadap pandangan behavioral yang kuno. Psikologi kognitif adalah pendekatan yang sangat berhasil terhadap psikologi dan telah mendominasi psikologi dalam beberapa waktu. Psikologi kognitif menekankan proses-proses mental dan pengaruhnya pada perilaku kita. Psikologi kognitif merupakan suatu bidang studi yang berdiri sendiri, sekaligus sebuah pendekatan untuk semua bidang psikologi. Ingatan (memory) merupakan bidang studi yang penting dalam psikologi kognitif itu sendiri. Pendekatan kognitif berbeda dengan pendekatan behavioristik. Pendekatan kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Secara umum kognisi berarti kesadaran, tetapi yang dipelajari dalam psikologi kognitif adalah berbagai hal seperti sikap, ide, harapan dan sebagainya. Dengan perkataan lain, psikologi kognitif mempelajari bagaimana arus informasi yang ditangkap oleh indera diproses dalam jiwa seseorang sebelum diendapkan dalam kesadaran atau diwujudkan dalam bentuk tingkah laku. Reaksi terhadap rangsang, demikian menurut teori ini tidak selalu keluar berupa tingkah laku yang nyata, akan tetapi juga bisa mengendap berupa ingatan atau diproses menjadi gejolak perasaan (gelisah, kepuasan, kekecewaan dan sebagainya), atau sikap (suka, tidak suka). Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan antara stimulus dan respon. Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan. Menurut teori kognitivisme belajar merupakan sebuah proses berpikir. Belajar yakni melatih, semakin banyak dilatih dan diulang, penguasaan materi semakin tinggi. Proses belajar merupakan stimulus dan respon kemudian diproses dalam pikiran. Materi pembelajaran harus berkaitan dengan konteks dan pengalaman yang telah dimiliki oleh peserta didik (prinsip asosiasi). Materi pembelajaran harus memiliki makna bagi peserta didik (meaningful learning). Pembelajaran pada individu disesuaikan sesuai dengan tahap perkembangan anak, mulai dari yang konkrit berkembang ke arah semakin abstrak.
Pendekatan kognitif, lebih unggul dalam upaya pemahaman konsep dasar dan kemampuan menemukan interelasi antar konsep dan variabel sehingga membentuk prinsip baru, kaidah baru, serta pengembangan kreativitas yang bertumpu pada daya cipta, rasa, dan karsa pembelajar selaku individu.
Pendekatan Terapan (Applied Approach)
Pendekatan terapan dikembangkan berpijak pada hasil analisis kebutuhan lapangan sehubungan dengan desakan masyarakat yang segera untuk meningkatkan output Lembaga Pendidikan Tinggi. Sampai pada akhir tahun 1992, kebanyakan Perguruab Tinggi di Indonesia, telah mengadakan penataran pendekatan terapan segenap staff dosennya secara bergiliran dan bergelombang, sementara dosen-dosen dilapangan, sementara dosen-dosen di lapangan telah menjadi resisten(melawan) terhadap inovasi-inovasi di bidang pembelajaran yang sedang dan telah berjalan.
Pendekatan ini didasarkan atas asumsi bahwa setelah melalui pengalaman belajar selama lokakarya, para peserta dapat menerapkan prinsip dan prosedur pengembangan aktivitas belajar mengajar untuk setiap mata kuliah yang diampunya/diajarnya. Pengalaman di lapangan menunujukkan bahwa implementasi inovasi di jenjang Pendidikan Tinggi umumnya diikuti oleh kendala waktu, biaya, kemampuan. Adapun landasan pijak pendekatan terapan tersebut adalah teori belajar “Galperin” yang mendeskripsikan belajar sebagai upaya untuk mendapatkan pengetahuan melalui empat tahapan kegiatan yang saling berkaitan, yaitu orientasi, latihan, umpan balik, dan fase lanjutan.
Sehubungan dengan adanya fase belajar tersebut, maka dengan sendirinya ada empat fungsi pembelajaran yang harus dilaksanakan sesuai dengan tahapan belajar itu, yakni ;
1. Memberikan orientasi tentang materi
2. Memberikan kesempatan untuk berlatih dan menerapkan materi yang dibahas pada tahapan orientasi, kemudian diikuti
3. Memberikan pengertian tentang hasil belajar yang telah dicapai dalam proses, belajar yang dilakukan dan
4. Memberi kesempatan melanjutkan latihan.
Adapun pendekatan terapan, secara konseptual memiliki keunggulan dalam hal ini pengembangan kemampuan strategi kognitif yang terikat pada pola struktur prosedural dan sistem tertentu, serta ketrampilan berjenjang.
Sumber :
1. Syah, Muhibbin. 2002. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosdakarya.
2. Hamzah B. Uno. 2006. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.
0 komentar:
Posting Komentar