Sabtu, 19 Maret 2011

Pembentukan Penyesuaian Diri

                                                     Pembentukan Penyesuaian Diri

Penyesuain diri yang baik, yang selalu ingin diraih oleh setiap orang, tidak akan dapat tercapai, kecuali bila kehidupan orang tersebut benar-benar terhindar dari tekanan, kegoncangan dan ketegangan jiwa yang bermacam-macam, dan orang tersebut mampu untuk menghadapi kesukaran dengan cara objektif serta berpengaruh bagi kehidupannya, serta menikmati kehidupannya dengan stabil, tenang, merasa senang, tertarik untuk bekerja, dan berprestasi.
Menurut Enung (2008: 204) pada dasarnya penyesuaian diri melibatkan individu dengan lingkungannya, pada penulisan ini beberapa lingkungan yang dianggap dapat menciptakan penyesuaian diri yang cukup sehat bagi remaja, diantaranya adalah sebagai berikut :
1.   Lingkungan keluarga
    Semua konflik dan tekanan yang ada dapat dihindari dengan cara memberi solusinya apa bila individu dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang dimana tempat, keamanan, cinta, respek, toleransi dan kehangatan dapat terpenuhi. Dengan demikian penyesuaian diri akan menjadi lebih baik bila dalam keluarga individu merasakan bahwa kehidupannya berarti.
        Rasa takut dengan keluaraga adalah salah satu kebutuhan pokok bagi perkembangan jiwa seorang individu. Dalam prakteknya banyak orang tua yang mengetahui hal ini namun mengabaikannya dengan alasan mengejar karir dan mencari penghasilan yang besar demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan menjamin masa depan anak-anak. Hal ini seringkali ditanggapi negatif oleh anak dengan merasa dirinya tidak disayangi, diremehkan bahkan dibenci. Bila hal tersebut terjadi berulang-ulang dalam jangka waktu yang cukup panjang (terauma pada masa kanak-kanak) maka akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan individu dalam menyesuaikan diri dikemudian hari. Meskipun pada remaja hal ini kurang berpengaruh, karena remaja sudah lebih matang tingkat pemahamannya, namun tidak menuntut kemungkinan pada beberapa remaja kondisi tersebut akan membuat dirnya tertekan, cemas dan stres (Sunarto, 2008: 229).
         Berdasarkan kenyataan tersebut diatas pemenuhan kebutuhan anak akan rasa kekeluargaan harus diperhatikan. Orang tua harus terus berusaha untuk meningkatkan kuwalitas pengasuhan, pengawasan dan penjagaan pada anak, jangan semata-mata menyerahkan pada pembantu. Jangan sampai semua urusan makan dan pakaian diserahkan pada orang lain karena hal demikian dapat membuat anak tidak memiliki rasa aman terhadap keluarganya.
             Lingkungan keluarga merupakan lahan untuk pengembangan berbagai kemampuan, yang dipelajari melalui permainan, senda gurau, sandiwara pengalaman-pengalaman sehari-hari di dalam keluarga. Tidak diragukan lagi bahwa dorongan semangat dan persaingan antara anggota keluarga yang dilakukan secara sehat memiliki pengaruh yang penting dalam perkembagan kejiwaan seorang anak. Oleh sebab itu, orang tua sebaiknya jangan menghadapkan anak pada  hal-hal yang tidak dimengerti olehnya atau sesuatu yang sangat sulit untuk dilakuakan olehnya, sebab hal tersebut memupuk rasa putus asa pada jiwa anak tersebut (Sunarto, 2008: 229).
      Dalam lingkungan keluarga anak belajar agar tidak menjadi egois, ia diharapkan dapat berbagi dengan anggota keluarga yang lain. Anak belajar untuk menghargai hak orang lain dan cara penyesuaian diri dengan anggota keluarga, mulai dari orang tua, kakak, adik, kerabat maupun pembantu. Kemudian dalam lingkungan keluarga anak mempelajari dasar cara bergaul dengan orang lain, yang biasanya terjdi melalui pengamatan terhadap tingkah laku dan reaksi orang lain dalam berbagai keadaan. Biasanya yang menjadi acuan adalah tokoh orang tua atau seseorang yang menjadi idolanya. Oleh karena itu, orang tua pun dituntut untuk mampu menunjukkan sikap-sikap atau tindakan-tindakan yang mendukung hal tersebut.
       Dalam hasil interaksi dengan keluarganya anak mempelajari sejumlah adat dan kebiasaan dalam makan, minum, berpakaian, cara berjalan, bebicara, duduk dan lain sebagainya. Selain itu dalam keluarga masih banyak hal lain yang sangat berperan dalam proses pembentukan kemampuan penyesuaian diri yang sehat seperti rasa percaya pada orang lain atau diri sendiri, pengendalian rasa ketakutan, toleransi, kefanatikan, kerjasama, keeratan, kehangatan dan rasa aman karena semua hal tersebut akan berguna bagi masa depannya (Enung, 2008: 206).
2.  Lingkungan teman sebaya
     Begitu pula dalam kehidupan pertemanan, pembentukan hubungan yang erat diantara kawan-kawan semakin penting pada masa remaja dibandingkan  masa-masa lainya. Suatu hal yang sulit bagi remaja menjauh dari temannya, individu mencurahkan kepada teman-temannya apa yang tersimpan di dalam hatinya, dari angan-angan, pemikiran dan perasaan. Ia mengungkapkan kepada mereka secara bebas tentang rencananya, cita-citanya dan dorongan-dorongannya. Dalam semua itu individu menemukan telinga yang mau mendengarkan apa yang dikatakannya dan hati yang terbuka untuk bersatu dengannya (Santrock, 1999: 219).
      Dengan demikian pengertian yang diterima dari temannya akan membantu dirinya dalam penerimaan terhadap keadaan dirinya sendiri, ini sangat membantu diri individu dalam memahami pola-pola ciri-ciri yang menjadikan dirinya berbeda dari orang lain. Semakin mengerti ia akan dirinya maka individu akan semakin meningkat kebutuhannya untuk berusaha untuk menerima dirinya dan mengetahui kekuatan dan kelemahannya. Dengan demikian ia akan menemukan cara penyesuaian diri yang tepat sesuai dengan potensinya yang dimilikinya (Enung, 2008: 206).
3.   Lingkungan sekolah
      Sekolah mempunyai tugas yang tidak hanya terbatas pada masalah pengetahuan dan informasi saja, tetapi akan mencakup tanggungjawab pendidikan secara luas. Demikian guru, tugasnya tidak hanya mengajar,  juga berperan sebagai pendidik yang menjadi pembentuk masa depan, dalam pembentuk kehidupan yang menuntut individu untuk menyesuaikan diri dengan linkungannya (Enung, 2008: 206).
      Pendidikan modern menuntut guru atau pendidik untuk mengamati perkembangan anak didiknya dan mampu menyusun sistem pendidikan sesuai dengan perkembangan tersebut. Dalam pengertian ini berarti proses pendidikan merupakan penciptaan penyesuaian diri antara anak didik dengan nilai-nilai yang diharuskan oleh lingkungan menurut kepentingan perkembangan dan spiritual individu. Keberhasilan proses ini sangat bergantung pada cara kerja dan metode yang digunakan oleh pendidik dalam penyesuaian diri tersebut. Jadi disini guru sangat berperan penting dalam pembentukan kemampuan penyesuaian diri anak didiknya.
        Pendidikan remaja hendaknya tidak didasarkan atas tekanan atau sejumlah bentuk kekerasan dan paksaan, karena pola pendidikan seperti itu hanya akan membawa pertentangan antara orang dewasa dengan remaja. Jika para remaja merasa bahwa mereka disayangi dan diterima sebagai teman dalam proses pendidikan dan pengembangan mereka, maka tidak akan ada kesempatan untuk terjadi pertentangan antar generasi (Fauzizah, 2008: 60).
  
          Sumber  :
1.         Enung F. 2008. Psikologi Perkembangan Peserta didik. CV PUSTAKA SETIA. Bandung.

2.    Fauzizah. 2008. Teknik Penyesuaian Diri. Jakarta: Rineka Cipta.
3.         John W. Santrock. 1999. Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga.

4.         Sunarto.  2008. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best CD Rates