Selasa, 15 Maret 2011

Menata Pendidikan Yang Unggul


MENATA  PENDIDIKAN YANG UNGGUL

Setidaknya ada sebelas yang menjdi isu kritis yang harus dipertimbangkan, baik oleh jajaran birokrasi pendidikan maupun masyarakat umum dalam menata pendidikan yang unggul di masa yang akan datang, antara lain :

1.      Guru Harus Profesional
Kita tentu sudah merasakan pengalaman bagaimana guru pada zaman orde baru. Sejak pelita II peran pemerintah terlalu dominan dalam penentuan kebijakan pendidikan. Saat itu guru guru diposisiskan sebagai alat politik kekuasaan yang melanggengkan rezim orde baru melalui kekuatan golkar. Sisi yang berkaitan dengan peran guru seperti itu adalah profesionalisme. Belum lagi pengolahan semua kebijakan pendidikan yang dilakukan secara sentralistik. Penyusunan rancangan pembelejaran tidak dilakukan melalui analisis karakteristik siswa dan karakteristik potensi SDA yang dapat dikembangkan oleh siswa. Akibatnya, hasil pendidikan melahirkan SDM yang hanya mampu menghargai persamaan, sementara perbedaan berpikir hanya dianggap sebagai kelompok kontroversi dalam kebijakan, yang pada akhirnya hasil dari pendidikan hanya memperbanyak barisan pengangguran karena “ domain” yang digarap dalam pendidikan tidak sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh siswa dan SDA yang akan mereka kelolah setelah selesai dari lembaga pendidikan

2.      Melakukan Perubahan Atas Kesalahan Pendidikan
Paling tidak ada sepuluh kecendrungan kesalahan yang dilakukan pada penyelenggaraan pendidikan yang lalu dan perlu di ubah secara bersama agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Sepuluh kesalahan tersebut antara lain :
a.                   Pendidikan terkesan sebagai proses pembelengguan
b.                   Pendidikan terkesan sebagai proses pembodohan
c.                   Pendidikan terkesan sebagai proses perampasan hak anank-anak
d.                   Pendidikan terkesan sebagai menghasilkan tindak kekerasan
e.                   Pendidikan terkesan sebagai proses pengibaran potensi
f.                    Pendidikan terkesan sebagai pemecah wawasan manusia
g.                   Pendidikan terkesan sebagai wahana disintegrasi
h.                   Pendidikan terkesan menhasilkan manusia otoriter
i.                     Pendidikan terkesan menghasilkan manusia apatis terhadap lingkunagn
j.                    Pendidikan terkesan hanya terjadi di sekolah saja.

3.      Kelayakan Mengajar Dan Kesejahteraan Guru
Apapun alasannya, guru merupakan titik sentral yang strategis dalam kegiatan pndidikan. Di samping khusus diangkat untuk mengajar dan mendidik, guru dibebani tugas sebagai pelaku perubahan. Meningkatnya tugas guru tersebut, masalah kelayakan mengajar menjadi persyaratan yang harus dipenuhi. Padahal kondisi kemampuan guru yang ada sekarang cendrung masih memprihatinkan.
Sehubungan dengan kurangnya kemempuan guru tersebut, maka sistem produksi guru merupakan hal pokok yang harus dibenahi untuk memperbaiki sistem pendidikan nasional. Salah satu landasan pembenahan adalah lembaga pengadaan tenaga guru harus melakukan perubahan filosofi dan substansi lembaga. Hal lain yang perlu dipertimbangkan pemerintah lagi adalah dengan membatasi pendirian lembaga-lembaga penghasil tenaga guru untuk menata mtu lulusannya.
Apabila tinggkat kelayakan mengajar sudah terpenuhi, tuntutan perbaikan kesejahteraan bagi guru harus menjadi agenda pokok program pemerintah. Tidak sebaliknya, seperti selama ini guru menuntut perbaikan tingkat kesejahteraan sementara mereka tidak memiliki kelayakan yang cukup. Mungkin agak sulit melakukan mekanisme kontrol yang dapat menjamin bahwa kenaikan gaji atau tunjangan guru akan diikuti secara signifikan dengan ditinggalkannya kerja sampingan oleh guru-guru. Padahal tingkat profesionalisme seseorang akan ditentukan oleh tingkat kinerja sesuai dengan potensi yang di glutinya.

4.      Efisiensi Pemanfaatan Anggaran Pendidikan
Kurang proporsionalnya anggaran pendidikan menjadi isi yang tidak pernah berhenti untuk diperdebatkan oleh pakar-pakar dan pengamat pendidikan. Rendahnya anggaran tersebut di jadikan indikator kurangnya keperdulian pemerintah untuk membenahi sistem pendidikan. Selain itu rendahnya anggaran dituding sebagai sumber penyebab kebobrokan sistem pendidikan nasional. Padahal semakin tinggi alokasi anggaran pendidikan, semakin besar kemungkinan keberhasilan program pembangunan manusianya.

5.      Depolitisasi Kebijakan Pendidikan
Berbagai kebijakan telah diterapkan yang pada umumnya berada pada kerangka perbaikan mutu pendidikan. Pengalaman yang ada menunjukan bahwa setiap adanya pergantian pimpinan dalam lingkunag Depdiknas akan muncul pemikiran-pemikiran yang baru. Kebijakan baru cendrung tidak memiliki kesinambungan dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemimpin sebelumnya. Tambal sulam kebijakan pendidikan kita sudah menjadi hal yang lumrah. Sayangnya perubahan-perubahan kebijakan tersebut cendrung bernuaansa “politis” ketimbang berdasarkan perubahan filosofi dan substansi.
Dimasa mendatang ada baiknya dalam penetapan suatu kebijakan perlu melalui perencanaan yang bersifat filosofis dan komperehensif. Makanisme sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat luas sebagai salah satu komponen pengambil keputusan menjadi hal yang tidak dapat ditawarkan lagi. Tidak seperti selama ini masyarakat cenderung tidak memahami latar belakang lahirnya kebijakan, tetapi harus menanggung konsekuensi adanya kebijakan-kebijakan tarsebut.

6.      Restruturisasi Organisasi
Berlakunya otonomi daerah dan pertimbangan kewenangan kuangan pusat dan daerah menuntut adanya sistem perencanaan dan manajemen baru pengelolaan pendidikan. Akan terjadi suatu pergeseran paradigma pendidikan nasional dari paradigma birokrasi menuju korporat birokrasi. Dengan pergeseran penyelenggaraan pemerintah yang terdesentralisasi dan otonom maka pengturan, peran dan wewenang serta tanggungj jawab pemerintah  dalam perencanaan ddan pengelolaan pelaksanaan pendidikan akan menjadi lebih besar. Perubahan sistem pendidikan yang telah diberikan dominan di daerah tersebut bisa diikuti perubahan sistem kelembagaan dan pengelolaan pendidikan.

7.      Perubahan Fungsi Dan Struktur Organisasi Di Tingkat Pusat
Perubahan fungsi yaitu bahwa manajemen pada tingkat pusat lebih ditekankan pada lembaga pengontrol mutu dan lembaga pengevaluasi. Sebagai lembaga kontrol maka tingkat pusat lebih berorientasi pada penentuan standar, termasuk didalamnya standar kurikulum nasional. Sebagai lembaga pengevaluasi manajemen tingkat pusat berhak untuk mempertanyakan berbagai penyelenggaraan yang dilakukan manajemen pad tingkat daerah dan tidak memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh pusat.
Dengan mengacu kepada fungsi serta kewenangan yang dimiliki akibat adanya kebijakan desentralisasi tersebut, maka mau tidak mau dan suka atau tidak suka harus dilakukan perubahan struktur organisasi pada tinggkat pusat. Suatu hal yang sangat urgen dilakukan adalah merampingkan struktur organisasi pada tingkat pusat. Perampingan dimaksud antara lain berupa kemungkinan merger atau likuidasi unit-unit yang sudah tidak dibutuhkan lagi dengan adanya kewenangan baru serta penyderhanaan dan pengurangan jabatan-jabatan struktural yang ada. Sehingga pembenahan sistem pendidikan tidak akan terjadi dengan sendirinya apabila aspek yang mempengaruhinya tidak dibenahi.

8.      Memposisikan Pejabat Pendidikan Adalah Mereka Yang Profesional
Kebijakan meningkatkan mutu pendidikan tidak akan hbis dibicarakan dan tidak akan selesai masalahnya, jika tidak dilakukan melalui kebijakan politik pemerintah dengan membangun komitmen bersama untuk menjadikan sektor pendidikan merupakan area yang harus dikelolah oleh kelompok yang profesional. Artinya, yang duduk dalam birokrasi pendidikan benar-benar ahli dalam pendidikan yang mampu melihat nasib generasi bangsa dimasa yang akan datang dengan berbagai perubahan dan pembaharuan yang dilakukan.

9.      Rekrutmen Tenaga Guru Harus Profesional Dan Kompten
Dalam rekrutmen tenaga guru, saatnya sekarang untuk mengedepankan aspek profesionalisme melalui uji komptensi. Pelaksanaan ujian komptensi dapat dilakukan oleh lembaga independen dengan membuang jauh-jauh model KKN yang hanya memperpuruk kualitas pendidikan nasional. Mungkin sangat efektif jika komite sekolah dioptimalkan fungsinya dengan membangun komitmen kontrak dengan pemerintah dalam melakukan guru kontrak yang kinerjanya diawasi pula oleh komite sekolah. Jika kemudian ditemukan guru yang tidak profesional, komite sekolah dapat memutuskan kontrak kerja tersebut.

10.  Memberikan Tunjangan Layak Hidup Bagi Guru Yang Masuk Purnatugas
Pekerjaan bagi seorang guru adalah pekerjaan profesional yang penuh dengan pengabdian karena berurusan dengan upaya membentuk pola pikir, prilaku, dan tindakan manusia. Oleh karena itu pekerjaan ini harus dilakukan dengan sepenuh hati. Sebagai imbalan jasa yang perlu diberikan harus seimbang dengan kebutuhan dan hari depan guru. Idealnya guru dapat tujangan rumah, kendaran, kesehatan, dan tunjangan rekreasi disamping tunjangan lainnya. Akan tetapi, pemikiran kearah situ masih memerlukan proses yang panjang. Oleh karena itu, pemikiran menjamin kesejahteraan guru setelah masuk purnatugas, perlu ada kebijakan khusus bagi guru yang sudah berumur 50 tahun, yang diorientasikan pada kesiapan mereka untuk masuk kedunia baru.

11.  Mengarahkan Siswa Kearah Pendidikan Yang Sesuai Dengan Komptensinya
Kebijakan pemerintah memelalui perubahan paradigma pendidikan merupakan alternatif pilihan pendidikan yang dianggap survival dimas yang akan datang. Dengan tidak diberlakukan lagi pendidikan berbasis komptensi, mungkin daerah dapat mengembangkan pendidikan yang berbasis kawasan. Pendidikan berbasis kawasan tidak cukup diartikulasikan sebagai upaya pembangunan lembaga pendidikan tertentu di daerah tertentu sesuai potensi alamnya. Disamping potensi alam, yang penting adalah bagaimana mengarahkan anak pada pendidikan yang sesuai dengan bakat, minat, dan potensinya sejak dini.












0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best CD Rates