Pengertian Prasangka
Prasangka atau prejudice berasal dari bahasa Inggris mengandung arti pengambilan keputusan tanpa penelitian dan pertimbangan yang cermat, tergesa-gesa, atau tidak matang, dan melibatkan unsur emosional.
Secara harfiah, prasangka dapat diberi arti/diberi pandangan dengan anggapan dasar, karena penilaian yang tidak mendasar (unjustified) dan pengambilan sikap yang sebelum menilai dengan cermat, sehingga menjadi penyimpangan pandangan (bias) dari kenyataan yang sesungguhnya.
Menurut Sherif & Sherif, prasangka adalah suatu istilah yang menunjuk pada sikap yang tidak menyenangkan yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok terhadap kelompok lain berikut anggota-anggota yang didasarkan atas norma-norma yang mengatur perlakuan terhadap orang-orang di luar kelompoknya. Menurut Harding dan kawan-kawan, prasangka adalah sebagai sikap yang tidak toleran, tidak fair, atau tidak favourable (menyenangkan) terhadap sekelompok orang.
Disebabkan sifatnya yang belum menetap, prasangka dapat menjurus pada pengertian yang baik dan pengertian yang jelek, positif dan negatif, sehingga merupakan pendapat yang bisa diubah-ubah, dipengaruhi, dan juga dapat digunakan untuk menafsirkan segala fakta tanpa berdasarkan keyakinan. Seseorang individu atau golongan yang memiliki prasangka negatif terhadap individu, peristiwa, atau keadaan tertentu, akan memandang segala fakta yang baik tentang segalanya sebagai suatu propaganda.
Prasangka ini mempunyai tiga aspek yang kurang menguntungkan, yakni ;
1. Mencerminkan keadaan yang tidak sehat pada orang yang berprasangka
2. Merusak orang-orang yang menjadi sasarannya dan
3. Prasangka melahirkan kesukaran-kesukaran bagi seluruh kelompok sosial.
Prasangka selalu mengandung semacam kecendrungan dasar yang kurang menguntungkan orang atau kelompok tertentu. Hal ini berarti bahwa anggota kelompok yang menjadi sasaran prasangka akan dipandang dengan sikap yang merendahkan dan dan barangkali dengan kecurigaan, perasaan kurang senang, ketidak percayaan, atau rasa permusuhan yang mendalam.
Katagorisasi dan Stereotip
Katagorisasi adalah proses pengambilan keputusan dengan jalan pengelompokan benda dalam kelompok tertentu. Katagorisasi pada dasarnya merupakan proses kognitif yang netral, artinya menetapkan benda dalam katagori tertentu, individu tidak akan ikut menilai.
Strereotip adalah merupakan tanggapan atau gambaran tertentu mengenai sifat-sifat dan watak pribadi orang atau golongan lain yang bercorak negatif, akibat tidak lengkapnya informasi dan sifatnya yang subjektif. Menurut Lippman, stereotip adalah gambar-gambar dalam pikiran yang menyaring berita-berita, mempengaruhi apa yang oleh seseorang, atau mempengaruhi cara seseorang memandang sesuatu.
Menurut Sherif & Sherif, stereotip adalah “kesepakatan di antara anggota-anggota kelompok teerhadap gambaran tentang kelompk lain berikut anggota-anggotanya. Contoh; laki-laki berpikir logis, wanita bersikap emosinal, orang batak kasar, orang padang pelit, orang jawa halus pembawannya, dan lain-lain.
Sumber pembentukan prasangka
Ada beberapa hal yang menjadikan seseorang terjebak dalam kubangan prasangka yakni ;
1. Lemahnya pendekatan diri kepada Tuhan.
Karena Tuhan YME selalu mengajarkan manusia untuk tidak berprasangka.
2. Pengalaman masa lalu.
Dalam kehidupan sehari-hari, anakp-anak selalu mempunyai kemungkinan untuk berjumpa dengan orang-orang yang tidak bersikap ramah terhadap mereka serta yang menyakiti hatinya atau yang menyebabkan mereka merasa tidak enak. Pengalaman masa lalu kadang punya bekas yang begitu kuat. Anak yang hidup dalam bayang-bayang ketidakpercayaan orang tua akan tumbuh menjadi manusia curiga dan penuh prasangka.
3. Orang Tua
Orang tua dianggap sebagai guru utama prasangka, terutama karena pengaruh mereka paling besar selama tahap modeling, yaitu masa ketika anak-anak berusia di bawah lima tahun. Modeling adalah proses saat ketika anak-anak meniru orang lain, biasanya ORTU mereka.
2. Teman sebaya
Jika anak-anak meningkat usianya dan masuk sekolah, mereka cendrung terpengaruh oleh teman sebayanya. Selama tahap ini, mereka mengidentifikasi diri dengan, tidak hanya meniru, model-model mereka. Dukungan teman sebaya, umpamanya, cendrung menjadi serbapenting, pada tahap ini sosialisasi terjadi.
3. Lingkungan (masyarakat) sekitar
Lingkungan sekitar kerap menjadi guru kedua setelah sekolah. Tak jarang, terjadi tarik-menarik pada diri seseorang murid antara pengaruh pendidikan sekolah dengan perilaku lingkungan. Lingkungan membentuk seseorang menjadi sosok baru yang identik dengan lingkungannya.Sering terjadi, sebuah lingkungan yang teramat jarang melakukan tegur sapa antara sesama anggota warganya atau cenderung individualistik, akan penuh curiga mencermati orang ramah nan penuh sapa. Sapaan ramah itu justru dibalas dengan curiga. “Jangan-jangan orang ini punya niat busuk,” begitu kira-kira reaksi masyarakat sekitar. Sumber utama yang bisa menghasilkan prasangka adalah perbedaan kelompok, yakni perbedaan etnis atau ras, pernbedaan posisi dalam kuantitas anggota yang menghasilkan kelompok mayoritas dan kelompok minoritas, serta perbedaan idiologi.
Upaya mengatasi prasangka
Prasangka sering mendatangkan petaka adalah kalimat yang cocok penyesalan biasanya datang menyusul di belakang itu. Begitu banyak masalah dan problem di dunia ini muncul karena prasangka maka butuh kedewasaan dalam mengendalikan pikiran agar kebiasaan berprasangka tidak kita layani begitu saja dan sedapat mungkin kita hilangkan, caranya adalah ;
1. Kita ganti dengan berfikir positif sekaligus hati-hati dengan demikian memungkinkan hubungan kita dengan orang lain akan menjadi harmonis dan membahagiakan.
2. Di mulai dari pendidikan anak-anak di rumah
2. Di sekolah, dan dalam pengajaran-pengajaran yang dapat menimbulkan prasangka-prasangka sosial harus dihindari.
3. Bermain peran untuk mencoba untuk berempati, maksudnya dengan mengadakan kontrak diantara dua kelompok, yakni orang yang berperasangka diminta untuk berepran sebagai orang yang menjadi korban prasangka, sehingga orang yang berperasangka bisa merasakan, menjadi korban prasangka.
Sumber ;
Sobur, Alex, 2009, Psikologi Umum, Bandung : Pustaka Setia
0 komentar:
Posting Komentar